Hasil dan Rekomendasi Seminar Agung 2018
Penulis: Nengah Sudipa, Editor: Tubuh Wibawa
4/27/20242 min read
Berdasarkan kajian dari ketiga narasumber, yakni: Ida Idewa Gede Catra (Praktisi Penulis Lontar di Karangasem), Dr. Drs. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum (Pakar Sastra Babad sekaligus Ketua Pusat Kajian Lontar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana), dan Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, S.U (Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana) dan masukan dari hasil diskusi para peserta yang berkembang, maka ada beberapa hal yang dapat dirumuskan sebagai rekomendasi terhadap permasalahan yang dibahas pada hari ini, yaitu:
1. Fakta sejarah menyebutkan bahwa peran Kyayi Klapodyana dalam konteks pengalihan kekuasaan raja dari Samprangan ke Gelgel, sangat jelas bahwa Beliau disertai beberapa Arya dan Bahudanda Mantri mendak Ida Dalem Ketut Ngulesir di Pandak dan memohon agar Ida Ketut bersedia nyeneng Ratu di Gelgel. Karang kepatihan Kyayi Klapodyana dengan ikhlas diserahkan menjadi Kraton, bernama Swecalinggarsapura. Kyayi Klapodyana pindah mukim ke tegalan yang penuh ditumbuhi kelapa, sehingga beliau bergelar Kyayi Kubontubuh.
2. Dalam kajian Babad Sirarya Kuthawaringin telah disebutkan bahwa posisi Amanca Agung dijabat oleh Sirarya Kuthawaringin; Bendesa Agung Gelgel dipegang oleh Kyayi Klapodyana justru perannya menentukan arah kekuasaan raja pada saat itu sehingga Ida Dalem menganugrahkan Aji Purana dan Bhisama untuk ngupapira Pura Dalem Tugu.
3. Status Pura Dalem Tugu menurut Kajian Sejarah dan Babad adalah Pura Pedharman Sirarya Kuthawaringin sudah ada jauh sebelum bhisama ngupapira Pura oleh Ida Dalem Ketut Smara Kepakisan. Karena roh suci Sirarya Kuthawaringin telah dhinarmma di Meru Tumpang Tiga sebelah utara Gedong Bata. Pura Dalem Tugu juga merupakan Pura Kawitan Pratisentana Sira Arya Kubontubuh-Kuthawaringin dengan konsepsi sebagai tempat linggih Ida Betara Kawitan, wit ‘asal’ saking Sirarya Kuthawaringin.
4. Nilai-nilai kepemimpinan dari Kyayi Klapodyana/Kubontubuh-Kuthawaringin antara lain,
(a) Jujur dibuktikan pada saat terjadi perselisihan dengan Kyayi Nyuhaya.
(b) Satria disaat Beliau mendapat tugas membunuh macan Selem di Blambangan,
(c) Rela Berkorban, dengan menyerahkan karang kepatihan untuk Kraton,
(d) Setia sebagai pengabih raja yang mumpuni, selama 7 generasi
(e) Negarawan cerdas dibuktikan pada saat suksesi kepemimpinan dari Ida Dalem Agra Samprangan ke tangan Ida Dalem Ketut Smara Kepakisan berjalan damai, tanpa kekerasan.
(f) Tidak mementingkan diri sendiri, atau tidak haus akan kekuasaan. Ini terbukti bahwa disaat Ida Dalem Samprangan tidak becus mengurus pemerintahan karena suka bersolek, Beliau tidak mengangkat kemenakannya I Dewa Tegal Besung sebagai Raja Gelgel, tetapi memohon Ida I Dewa Ketut Ngulesir untuk jabatan ini.
(g) Manajer yang mumpuni pada saat mengatur dan mengumpulkan para Arya, bahudanda dan para Mantri melakukan upasaksi di Pura Tugu sebelum melakukan penjemputan’mendak’ Ida Dalem Ketut Ngulesir ke Pandak (disarikan dar hasil Seminar Agung 17 Nopember 2018)